Translate

Ahad, 31 Disember 2017

Melancong ke Palembang (Siri 3)


Melawat Kilang Batik yang Terkenal di Palembang

Selepas keluar dari Pulau Kemaro kami  kemudian  makan tengah hari di Restoran Sederhana berhmpiran Jeti. Selepas itu kami bersolat Jamak di Masjid Raya Taqwa
Ruang Utama Masjid Raya



 
Majlis Pernikahan sepasang mempelai sedang berlangsung ketika ketibaan kami.

Beberapa ketika kami melihat adat perkahwinan yang berlangsung di sini. Juruacara banyak melafazkan beberapa rangkap pantun yang memeriahkan suasana.

Selepas itu rombongan kami kemudiannya, melawat kilang perusahaan batik yang terkenal iaitu Fikri Batik di Kota Palembang ini.

Pada waktu malamnya, kami makan di Rumah Makan Pondok Kelapa.


Muzium Al-Quran Al-Akbar


Berkunjung ke Palembang selepas ini takkan lengkap tanpa menziarahi lokasi pelancongan keagamaan yang satu ini. Dengan 630 halamannya tercatat di atas kayu tembesu bersaiz 177cm panjang, 140cm lebar dan 2.5cm tebal, ia tercatat sebagai Al-Quran terbesar seumpamanya yang pernah ditulis di dunia!



Kami sempat berkunjung ke sini, dan apa yang boleh kami katakan, sememangnya destinasi pelancongan ini cukup mempesonakan. Sesuai dengan namanya yang bermaksud 'Al-Quran yang Besar', ia mengangkat kebesaran kitab suci itu sebagai panduan terpenting kepada masyarakat Muslim seluruh dunia. Apatah lagi, Indonesia memiliki jumlah penganut agama Islam yang terbanyak di dunia.

Idea untuk menulis Al-Quran sebesar ini pada mulanya datang melalui mimpi. H Syofatillah Mohzaib, yang juga pemilik Pondok Pesantren Al-Ihsaniyah memperoleh mimpi sedang membuat sebuah Al-Quran gergasi. Beliau ketika itu merupakan penulis kaligrafi di Masjid Agung Palembang sekitar tahun 2000.


Mula dibina sejak 2002, melibatkan 35 orang pekerja yang kemudian siap menyempurnakannya tujuh tahun kemudian (pada 2009). Dana yang digunakan waktu itu ialah kira-kira 1.2 bilion rupiah. Muzium ini bagaimanapun hanya dirasmikan pada 30 Januari 2012 oleh bekas Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.





Melawat Masjid Cheng Ho

Apabila berkunjung ke kota Palembang, jangan lupa berkunjung ke Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho. Ya! Rombongan Kami berkesempatan melawat ke Masjid Cheng Ho ini. Di Indonesia terdapat 15 Masjid Cheng Ho, dan salah satunya berada di Palembang. Masjid Cheng Ho Palembang beralamat di 15 Ulu, Seberang Ulu I, atau di depan Pasar Induk Jakabaring. Masjid Cheng Ho berjarak sekitar 7,3 km dari pusat kota Palembang.


Masjid ini didirikan atas usaha Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI—kini mereka mengubah namanya menjadi ‘Pembina Iman Tauhid Islam’) DPW Sumsel dan Yayasan Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang. Masjid ini mulai didirikan pada September 2005 dan selesai sekaligus diresmikan pada Ogos 2008. Masjid ini memiliki bangunan utama seluas 40 m2 di atas sebidang tanah seluas 4.990 m2 yang merupakan hibah dari Gubernur Provinsi Sumatra Selatan pada waktu itu, Syarial Oesman.







 Selepas melawat Masjid Cheng Ho, kami kemudiannya makan tengah hari di Jakabaring


Melawat Keraton (Istana) Kesultanan Palembang

Pada sebelah malamnya kami menjadi tetamu jemputan Sultan Palembang yang menjadi kenalan kepada Dato' Ahmad Rusli Ibrahim bekas senator dan mantan ADUN Salor. Kami merasa amat bangga dan bertuah kerana diraikan d  Majlis Makan Malam di Istana Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, Sultan Palembang kini.


Sedikit Tinjauan: Sejarah Kesultanan Palembang



Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin

Sultan Palembang Darussalam (2006 s/d...)


 Semangat dari masa lampau

Sejak dihapuskannya Kesultanan Palembang Darussalam oleh kolonialisme belanda tahun 1823, maka Kebudayaan , Adat Istiadat masyarakat Palembang mengalami kemunduran. Para pewaris, anak cucu keturunan dan Zuriat Kesultanan Palemabng Darussalam menyadari untuk tetap mempertahankan dan melestarikan serta mengembangkan tradisi dan kebudayaan Palembang Darussalam.

Setelah hampir dua abad tenggelam, sebagian masyarakat Palembang menyadari perlunya membangkitkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam yang banyak meninggalkan kekayaan seni, budaya, maupun ilmu pengetahuan di Sumatera Selatan dan di Nusantara.

          Namun Kesultanan Palembang Darussalam bukan seperti pada masanya dahulu. Kesultanan palembang sekarang ini sebatas sebagai simbol budaya adat istiadat dan sosial masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan, sehingga mereka tidak buta sejarah serta menhargai apa yang yelah dilakukan para leluhur untu bangsa dan negara ini. Untuk itu diperlukan  tokoh pengayom  yang penuh tanggung jawab dan inovatif didalam rangka untuk menghidupkan kembali budaya dan adat istiadat Palembang Darussalam.

Beranjak dari kesadaran tersebut pada tanggal 18 november 2006 para zuriat / keturunan sepuluh sultan yang pernah berkuasa di palembang beserta zuriat melayu di sumatera selatan melakukan musyawarah mufakat yang akhirnya mengukuhkan IR.H. R. Mahmud Badaruddin Sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin dan dilantik serta dinobatkan di halaman Dalam Benteng Kuto Besak pada tanggal 19 november 2006.

Tapi jauh sebelum dikukuhkan Sebagai Sultan Palembang, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin telah dipercaya untuk menjadi Ketua Umum Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam dan dilantik pada tanggal 4 september 2005 di halaman dalam Benteng Kuto Besak. Dimana dalam salah satu visi yang di emban adalah untuk menghimpun kembali para keturunan/zuriat Para Raja Atau Sultan yang pernah berkuasa di Palembang yang  tersebar di seluruh Nusantara.
Didalam mengemban amanah tersebut, beberapa agenda kerja sosial dan Budaya telah dilakukan oleh Sultan Iskandar mahmud Badaruddin, seperti perbaikan makam para Sultan  Sultan Palembang Darussalam , memberikan penghargaan kepada masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan  yang berprestasi serta melacak, mengumpulkan dan memferivikasi bukti bukti sejarah Kesultanan Palembang Darussalam.
Berdasarkan silsilah Sultan Sultan Palembang Darussalam. Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin adalah  keturunan dari Tiga Sultan yang pernah berkuasa di Palembang. Pertama dari Pendiri Keraton Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan/Susuhunan Abdulrahman Kahalifatul Mukminin Sayidul Imam, kedua  Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, Sultan ini memilik  Putra Mahkota Pangeran Ratu Purboyo yang tewas dizholimi diracun pada fajar hari menjelang penobatannya. Setelah tujuh keturunannya ALLAH mentaqdirkan Zuriatnya menjadi Sultan. Ketiga, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin juga memiliki garis keturunan dari Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo saudara lain Ibu Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago dimana Raden Lumbu Pangeran Nato Dirajo Bin Pangeran ratu purboyo Bin Sultan muhammad mansyur jayo ing lago menikah dengan anak Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo.
Pengukuhan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin  sebagai Sultan Palembang direstui oleh ahli Nashab Kesultanan Palembang Darussalam, Yakni Let.Kol.(purn) A.L.R.M.Yusuf Prabu Tenaya yang merupakan Zuriat dari Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu Bin Sultan Mahmud Badaruddin II serta dari zuriat Sultan terakhir  R.M.Syarifuddin Prabu Anom dari Zuriat Sultan terakhir Sultan Ahmad najamuddin Prabu Anom Sultan terakhir yang dibuang oleh Belanda ke Menado Tua dan sampai sekarang makam Sultan tersebut belum ditemukan.
Sumber:  http://keratonpalembang.blogspot.my/p/sultan-iskandar-mahmud-badaruddin.html 







bergambar kenangan di istana

Melawat Makam di Bukit Siguntang

Bukit Siguntang adalah salah satu tempat bersejarah di Kota Palembang.

Bukit Seguntang atau disebut juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil dengan ketinggian 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi. Bukit ini adalah tempat bersejarah di Kota Palembang dan termasuk dalam Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan. Bukit Siguntang adalah bukit paling tinggi di dataran Palembang. Banyak artifak sejarah yang mempunyai unsur agama Buddha. 

Mengikut teks Sejarah Melayu, Bukit Siguntang adalah tempat Wan Empuk dan Wan Malini berhuma hingga padinya berbuahkan emas, berdaunkan tembaga dan berbatangkan suasa apabila tiga anak Raja Suran, Sang Nila Pahlawan, Krisyna Pendita dan Sang Nila Utama, turun di bukit itu. Bukit Siguntang telah melahirkan putera raja yang akhirnya telah membuka kerajaan Melayu Melaka.  Bukit Siguntang pernah menjadi pusat Kerajaan Palembang yang dipimpin oleh Parameswara.  Parameswara akhirnya telah dikalahkan oleh kerajaan Majapahit dan merantau ke Semenanjung Tanah Melayu dan membuka Melaka. Parameswara telah memeluk Islam dan mendirikan Kesultanan Melayu Melaka yang menguasai nusantara Melayu.

Pada tahun 1554 muncul Kerajaan Palembang yang dibina oleh Ki Gede Ing Suro, seorang pelarian Kerajaan Pajang, Jawa Tengah. Kerajaan ini juga mengeramatkan Bukit Seguntang dengan menguburkan jenazah Panglima Bagus Sekuning dan Panglima Bagus Karang. Kedua tokoh itu berjasa memimpin pasukan tentera Palembang untuk menundukkan tentera Kesultanan Banten yang menyerang Palembang. Sultan Banten, Sultan Hasanuddin, telah terkorban dalam pertempuran sengit itu.
Bukit yang rimbun nan asri ini merupakan titik tertinggi di Kota Palembang dan menyimpan banyak cerita serta misteri yang cukup khas di dalamnya. 
Pohon-pohon yang rindang menyambut kami pertama kali tatkala masuk ke dalam bukit ini.



Suasana sunyi nan tenang cukup menyelimuti setiap area yang ada di bukit ini.
Suasana misteri kami rasakan ketika mulai naik menuju puncak bukit.
Saat akan sampai ke puncak bukit kami disambut oleh sebuah makam iaitu makam Panglima Tuan Djunjungan yang diyakini sebagai penjaga pintu sebelum menemui Radja Segentar Alam.
Makam tersebut adalah salah satu dari tujuh makam yang ada di bukit ini.
Ketika  sampai di depan makam Panglima Tuan Djunjungan, kami merasakan suasana seperti mendapatkan pesan 'Selamat Datang'.


Selepas melawat makam kami kemudiannya singgah di Restoran Sederhana untuk makan tengah hari.
Makan Malam di Musi Mania



Hj. Din selaku ketua rombongan berucap mengalu-alukan kerjasama kami






Hari terakhir untuk meninggalkan Palembang hati terasa sayu. Kami mengambil kesempatan bergambar kenangan di beberapa tempat. Salah satu di hadapan Muzium Sultan Mahmud Badaruddin II

Kenangan di Lapangan Terbang sebelum bertolak pulang.





























Tiada ulasan:

Catat Ulasan